728x90 AdSpace

  • Latest News

    Budaya Antri

    Kubuka jendela dan melihat sekitar taman yang ada di samping rumah, hawa dingin di pagi hari menerjang masuk memenuhi seluruh ruangan. Senin 10 Juli 2006 aku tinggalkan Jakarta untuk sementara waktu untuk melihat kembali tanah kota di mana aku di lahirkan dan di besarkan oleh ibundaku.

    Dua bulan lebih aku tidak bermuka-muka dengan ibundaku, adik-adikku, sahabat-sahabatku, dan bahkan seorang yang sangat dekat kepadaku. Tidak terasa jam dinding terus merayap untuk segera menuntunku ke Cengkareng. Dua sahabatku pun ikut menemani perjalananku, yang satu datang dari Pontianak, sementara satunya dari Gubug. Aku tidak pernah menyangka untuk bisa pulang bersama-sama dengan mereka setelah sekian lama kita dipisahkan oleh kesibukan masing-masing.

    15.10 wib jadwal penerbanganku, semua sudah tersusun dengan rapi, aku sadar saat ini adalah waktu liburan sekolah, semua ingin menikmati keindahan desa atau kemoderenan kota. Tidak ada yang bisa melawan kehendak nurani, atau pun jadwal pasti. Jakarta yang penuh dengan warna-warni kehidupan, kebisingan, kemacetan, kebaikan, keburukan, bahkan jaring-jaring mafia. Semua tumpah ruah memadati metropolitan yang sering kita sebut sebagai ibu kota negara.

    Sepuluh menit pesawat akan take off, 15.10 wib itu pun jadwal yang masih mengambang. Saat aku tiba untuk check in, aku khawatir apabila tiket akan di cancel, karena keterlambatan tiba 30 menit sebelum penerbangan. Alhamdulillah tiket-tiket bisa di accepted oleh pihak mereka. Pintu masuk saat itu mengantri ratusan manusia berjubel-jubel memadati pintu masuk, semua ingin menjadi nomor satu. Tidak ada yang ingin mengalah sama sekali, desak dan terus mendesak.

    Aku rasa maskapai penerbangan kita ini selalu memungkiri jadwal yang mereka tetapkan sendiri. Semua dialibikan bahwa ada keterlambatan karena proses ini proses itu. Sangat merugikan beberapa pihak. Itulah yang sering terjadi dan kita menganggap sudah hal biasa dan kita terbiasa dilatih untuk menunggu, bukan sebagai yang ditunggu.

    Tidak ada yang mengkomplain, merugikan banyak kalangan dan simpatisan. Kita tidak pernah berfikir untuk berdisiplin atau menghargai waktu, padahal kita tahu waktu sangat berharga dan ia tidak akan kembali. Tidak akan ada kesempatan setelah kelewatan. Setiap waktu yang telah lewat meninggalkan kita akan menjadi penyemangat dalam mengukir keindahan dan kebekuan. (Jbr Fhr)

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Item Reviewed: Budaya Antri Rating: 5 Reviewed By: Unknown
    Scroll to Top