728x90 AdSpace

  • Latest News

    Jatuh Bangun Pemilik Warung Ayam Kriuk

    PRIA berkacamata minus terkekeh-kekeh saat memulai kisah hidupnya sebelum meraih kesuksesan seperti sekarang. Ia mengaku tiba di Batam bersama istrinya, dengan hanya tersisa Rp 50 ribu dalam saku.

    Saat itu ia mengalami kebangkrutan hebat dari sisa-sisa berjualan cabai di Tanjungpinang. Sembari mengeluarkan sebatang rokok lalu dihisap dalam-dalam, Gus Pur pun melanjutkan cerita.

    “Saya pernah jadi suplier perusahaan ternama di Solo. Saya sempat hidup mewah. Tapi saat krisis tahun 2003, saya terkena imbas. Banyak pelanggan yang nunggak sehingga menjadi tanggungan saya,” kenang dia, beberapa waktu lalu.

    Dengan mata berkaca-kaca, ia menceritakan harus menjual harta untuk melunasi tunggakan tersebut. Setelah beberapa lama, berdasarkan saran seorang temannya di Yogyakarta, Gus Pur akhirnya berdagang cabai di Tanjungpinang di tahun 2006. Sekitar lima bulan di Tanjungpinang, ia sudah memiliki puluhan relasi dan bisa membangung jaringan bisnis cabai dengan omzet puluhan kwintal. Usaha yang ia rintis bersama isterinya tersebut sempat bisa membantu kebutuhan keluarga di kampungnya.

    Namun di akhir tahun, pasokan cabai darinya diboikot oleh para pembeli dan pedagang lainnya. Semua cabai yang dipasok tidak diambil sedikit pun oleh para pembeli dan pedagang di sana. Total kerugian saat itu mencapai Rp 40 juta sehingga membuat ia bangkrut.

    “Saya sangat sedih, tidak menyangka saat itu pasokan cabai dari saya diboikot. Semuanya menolak supali cabai dari saya,” ingatnya.

    “Saya beli dua tiket ke Batam. Waktu itu uang saya tinggal Rp 50 ribu. Semuanya habis tiada sisa,” tambah dia.

    Sesampainya di Batam, ia mondok di sebuah pesantren di daerah Nongsa. Selama di pemondokan, ia mengalami depresi yang berat. Rambutnya pun dicukur gundul. Hampir satu bulan di tempat pemondokan ia bersama isterinya hanya makan dan tidur. Ia tidak bekerja. Hanya salat dan berdoa.

    Seorang Kyai akhirnya menasehati Gus Pur dan isterinya. Semangatnya tergugah lagi dan pelan-pelan ia mulai membaur dengan masyarakat sekitar.

    Akhirnya isterinya mendapatkan pekerjaan sebagai tukang cuci pakaian. Sedangkan ia menjadi kuli bangunan. Hingga tiga bulan, mereka pun mencari kontrakan di Taman Raya.

    Mendapat modal sedikit, Gus Pur dan istrinya berjualan makanan. Padahal istrinya bukan jago masak namun setelah beberapa kali mencoba dan belajar, masakannya diminati warga sekitar. “Waktu itu saya dan isteri masih bekerja serabutan. Jualan hanya malam hari saja Mas,” ujarnya.

    Hingga suatu saat ada seorang pembeli mengajak kerjasama. Tanpa basa-basi ia pun menerima tawaran tersebut.

    Beberapa bulan kemudian, usaha yang ia kelola bersama isterinya langsung melejit. Lagi-lagi Gus Pur dihadapkan pada masalah yang berat, kawan yang mengajak kerjasama menarik semua sahamnya.

    Ia sempat dituduh melakukan penggelapan aset milik kawannya. Sampai-sampai kawan tersebut menyewa pengacara dan menuntutnya. Ia sempat juga menyewa pengacara namun akhirnya memilih mengalah dan merelakan semuanya pada rekannya tersebut.

    Ia pun memulai usaha sendiri dan terus bekerja tanpa bantuan siapa pun kecuali isterinya. Selama sembilan bulan secara tekun, ia sudah bisa memiliki mobil, sepeda motor, lima karyawan, dan bisa membeli sebuah rumah seharga Rp 55 juta di sekitar Taman Raya.

    “Saya berprinsip, akhir itu adalah sebuah permulaan yang baik. Ikhlas dan pasrah pasti akan dicukupi oleh Allah” tutupnya. Alamat website Gus Pur klik saja ke Ayam Kriuk. (Jubron Fahirro)
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Item Reviewed: Jatuh Bangun Pemilik Warung Ayam Kriuk Rating: 5 Reviewed By: Unknown
    Scroll to Top